Mengapa Guru Mesti Terus Belajar?
Mengapa guru dituntut untuk terus belajar? Bukankah tugas utama seorang guru adalah mendidik murid-muridnya yang seharusnya lebih diprioritaskan?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu barangkali pernah menghinggapi para guru, di tengah-tengah kesibukannya mengajar dalam tugas keseharian.
Dan jawaban para guru atas pertanyaan-pertanyaan seperti itu bisa bermacam-macam. Karena alasan kesibukan, tak sedikit di antara mereka mengenyahkan pertanyaan tersebut dan membenamkan diri dalam rutinitas keseharian.
Apalagi yang dicari seorang guru, kalau bukan mencurahkan apa yang dimilikinya demi anak didiknya? Demikian barangkali yang ada di benak mereka.
Namun, kalau mau jujur, pasti ada pula guru yang kemudian mencerna lebih lanjut pertanyaan-pertanyaan awal itu tadi dan lantas membuat kesaksian: bukankah proses belajar itu merupakan sebuah proses yang akan berlangsung terus-menerus?
Dan apa salahnya jika saya terus menambah pengetahuan yang terus berkembang, demi kemajuan saya dan anak didik?
Jika Anda seorang guru, dan telah mengajukan pertanyaan lanjutan seperti itu, Anda patut bersyukur.
Itu artinya Anda masih mempunyai kesadaran bahwa tugas keseharian sebagai pendidik bukanlah halangan untuk menambah ilmu dengan terus belajar.
Seperti diketahui, secara ideal, guru, sebagai penyampai ilmu pengetahuan, tidak boleh merasa puas atas ilmu yang dimilikinya. Lagipula, teori-teori yang mereka pelajari selama ini tidaklah statis, karena akan berkembang terus mengikuti perubahan yang berlangsung sedemikian cepat.
Nah, terhadap kesangsian sebagian guru yang khawatir aktivitas belajarnya bakal menganggu tugas utama mereka sebagai pendidik, sebetulnya tak perlu terjadi.
Kenapa? Karena proses belajar, dalam pengertian yang paling sederhana, adalah dengan membaca.
Di sini, membaca dalam arti membaca segala sesuatu yang terkait materi pelajaran, atau materi lain yang bersinggungan dengan materi peningkatan kapabilitas sebagai pendidik, serta materi tentang pengetahuan umum.
Dan, kegiatan membaca seperti itu, seharusnya tak lagi menjadi persoalan berarti, ketika sekarang relatif tidak ditemukan permasalahan dalam mengakses informasi terbaru, melalui jaringan internet.
Dalam kerangka inilah, keengganan sebagian guru untuk membaca (baca: belajar) karena dianggap menambah beban kerja, seharusnya tak perlu terjadi.
Bahkan, kalau mau jujur, kegiatan seperti itu menjadi menyenangkan bagi anak didik, lantaran mereka memperoleh pengetahuan yang tidak semata-mata teori tetapi juga kenyataan di lapangan yang terus berkembang.
Tentu saja, pengertian belajar tak berhenti pada semata membaca. Dalam beberapa hal, pengertian belajar itu juga menyangkut pembelajaran yang lebih sistematis dan terukur.
Ambil contoh, ada proses belajar yang menuntut kehadiran para ahli yang mesti pula dibarengi pelatihan intensif. Di sini, tentu saja, sang guru mesti menyisihkan waktunya untuk mengikuti kursus “penyegaran” tersebut, serta tidak berorientasi sekedar memperoleh sertifikasi selama mengikuti pelatihan seperti ini.
Nah, apabila kesadaran untuk selalu belajar itu nantinya bermuara pada peningkatan jenjang pendidikan, melalui sekolah lanjutan, tentu tak ada salahnya.
Jadi, siapa bilang, seorang guru tidak dituntut untuk belajar secara terus-menerus?