Berita

Seharusnya Sekolah Menjadi Tempat yang Menyenangkan

Seharusnya Sekolah Menjadi Tempat yang Menyenangkan

“Pendidikan pada dasarnya adalah upaya penanaman sikap hidup, pandangan hidup, nilai-nilai tentang kehidupan, dan keterampilan hidup.” Itulah kutipan dari artikel yang ditulis oleh Saratri Wilonoyudho, Dosen Universitas Negeri Semarang yang dimuat di kompas.com (02/07/12). Yang banyak terjadi di sekolah formal di Indonesia adalah suasana stres karena anak-anak dikejar ketuntasan pelajaran yang membosankan, yang tidak terkait dengan kebutuhan dan realitas keseharian, serta ujian nasional yang menekan saraf psikologisnya.

Pendidikan harus menciptakan peluang bagi pembudayaan individu agar kapasitasnya berkembang. Seperti yang sudah dilakukan oleh pakar-pakar pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, Moch Sjafei, dan Dewi Sartika. Mereka berbicara tentang pendidikan dari kacamata yang berbeda dan luas, terutama berkaitan dengan ”pemerdekaan” dari ”kebudayaan bisu”.

Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa rata-rata IQ bayi berumur kurang dari dua tahun tidak berbeda signifikan, faktor-faktor ketika anak berangkat besar, seperti kekurangan gizi dan sarana pendidikan, membuat anak dari golongan miskin jauh tertinggal. Orang kaya sanggup ”menghadirkan” sekolah di rumah: ada guru les piano, komputer, dan seterusnya.

Pada kenyataannya banyak orang yang memiliki IQ tinggi tetapi tidak sukses meniti karier, bahkan untuk sekadar bergaul. Buku Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, Howard Gardner (Basic Books, 1983) menyebut ada tujuh macam kecerdasan. Kecerdasan-kecerdasan itu adalah 1. kecerdasan linguistik (kecakapan dan kepekaan terhadap arti dan tata kata); 2. Kecerdasan logika-matematika; 3. Kecerdasan musikal (untuk memahami dan mencipta musik); 4. Kecerdasan spasial (kecerdasan berpikir dalam gambar atau visual); 5. Kecerdasan tubuh-kinestetik (keterampilan olah tubuh untuk berekspresi seperti penari, olahragawan); 6. Kecerdasan antarpribadi atau interpersonal, yakni kecakapan untuk memahami individu lain; serta 7. Kecerdasan intrapersonal, yakni kecakapan untuk memahami diri dan menggunakan pengalamannya untuk membimbing orang lain. Masih ada kecerdasan lain, yaitu kepemimpinan edukasional.

Berdasarkan teori tersebut sudah semestinya semua aspek pendidikan dikaji secara kritis sehingga menghasilkan suatu bentuk sekolah yang merupakan ajang interaksi berbagai latar belakang masyarakat untuk saling memahami dalam suasana kesetaraan, keadilan, dan penghormatan. Sekolah menjadi bangunan budaya dalam arti luas.

Sekarang ini tugas mendidik anak diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Kalau anaknya tidak berhasil dalam menempuh kehidupan, sadar atau tidak, pihak sekolah yang disalahkan. Padahal orangtua sendiri sibuk mengejar karier. Kenyataan ini merupakan buah kehidupan keluarga pada zaman modern. Ini yang banyak mendatangkan stres, terutama bagi anak-anak, karena perubahan pola kerja orangtua.

Sekolah, yang mestinya merupakan tempat belajar, bermain, berteman, dan mengembangkan jati diri, pada akhirnya tidak menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak. Bahkan tidak jarang anak justru takut kepada gurunya. Beban pekerjaan rumah, guru yang otoriter, orangtua yang terlalu memaksa agar anaknya berprestasi menjadikan anak trauma untuk pergi bersekolah.

Prof Kurt Singer dari Universitas Munchen, Jerman, berpendapat fakta tersebut sebagai fenomena ”sekolah yang sakit” atau Wenn schule krank macht. Sekolah menjadi tempat penuh sensor, guru yang selalu mengawasi dengan tanpa batas etika-psikologis, perintah sekolah yang selalu menjadi diktator dan mematikan bakat, sekolah menjadi pengadilan yang selalu penuh hukuman sehingga mengakibatkan kegelisahan, ketakutan, penuh ancaman. Semua fenomena ini disebut Kurt Singer sebagai schwarzer paedagogik atau ”pedagogi hitam” (Sindhunata, 2001).

Indonesia seharusnya segera menata kembali sistem pendidikannya agar mencetak anak-anak yang bahagia menjalani proses belajarnya, baik di sekolah maupun di rumah.

Penulis: Saratri Wilonoyudho
Editor: Kurnia Septa
Sumber: Kompas.com


Tanggapan

Artikel Lainnya

MK: RSBI Tidak Sesuai Konstitusi

MK: RSBI Tidak Sesuai Konstitusi

KOMPAS.com — Selasa (8/1/2012) ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kasus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang telah diajukan pada Desember 2011 lalu. Setelah menimbang dan melihat bukti serta keterangan, MK mengabulkan permohonan para penggugat.Dalam memutuskan kasus ini, MK telah

READ MORE
Tunjangan Guru Honorer Terhenti

Tunjangan Guru Honorer Terhenti

KOMPAS.com - Guru honorer di sekolah negeri mengadukan nasib mereka kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan DPR karena tunjangan profesi guru yang menjadi hak mereka tidak lagi dibayarkan pemerintah. Para guru sampai saat ini tidak mendapat penjelasan alasan penghentian pembayaran tunjangan profesi guru yang

READ MORE