Berita

Malu Bertanya, Sesat Di Otak

Malu Bertanya, Sesat Di Otak

 

Oleh Srie

 

Bertanyalah! Maka, separuh jawaban yang dibutuhkan akan muncul dengan sendirinya. Kebiasaan untuk mau bertanya itu penting. Kemampuan bertanya itu tak kalah penting. Mengapa? Karena seseorang yang bertanya akan terangsang untuk berpikir.

 

Dengan bertanya, ia akan berusaha untuk mengetahui masalah. Dengan bertanya, ia akan berusaha memahami duduk persoalan yang sebenarnya. Dengan bertanya, berarti ia terbiasa untuk berpikir kritis, hingga terbiasa untuk memperoleh jawaban yang memuaskan.

 

Mengapa siswa perlu mengembangkan kebiasaan bertanya? Karena dengan terbiasa bertanya, maka siswa akan lebih terangsang untuk berfikir. Siswa akan lebih termotivasi dan lebih aktif dalam proses belajar di kelas. Siswa akan lebih mampu merekonstruksi materi pelajaran yang dibaca sendiri atau diajarkan oleh gurunya di kelas.

 

Siswa akan lebih menguasai materi pelajaran dengan kerangka berfikir yang lebih utuh dan sistematis. Siswa akan lebih mampu mengungkapkan kembali apa yang ia pahami dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

 

Bukan dengan cara copy paste atas kata-kata atau kalimat yang tersusun dalam buku pelajaran atau apa yang diucapkan oleh guru. Sesuatu yang membuat pikirannya menjadi jumud, sehingga sulit untuk diajak berfikir lagi.

 

Masih ingat, ada ungkapan “malu bertanya, sesat dijalan”? Sayangnya, kemudian ada yang memplesetkan menjadi “sering bertanya, bikin malu-maluin”. Plesetan yang tidak relevan dan kontraproduktif dalam dunia pendidikan.

 

Tentu, bukan dalam konteks ini kita memahami arti bertanya dalam proses pembelajaran di sekolah. Namun, dalam konteks “pertanyaan adalah gambaran dari isi dan cara kerja otak seseorang”. Pertanyaanmu adalah otakmu. Malu bertanya, sesat di otak.

 

Dari pertanyaan, kita akan mengetahui apa saja pengetahuan yang telah ada pada memori otak siswa. Dengan pertanyaan, kita dapat melihat sejauhmana siswa itu memahami atau menguasai materi persoalan yang sedang diajarkan. Singkatnya, dari bentuk pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa akan mencerminkan tingkat kecerdasannya.

 

Tidaklah terlalu salah jika ada ungkapan bahwa kecerdasan seseorang – sejatinya - bukanlah terletak dari bagaimana ia mampu menjawab sejumlah soal atau pertanyaan. Sebaliknya, kecerdasan itu, justru lebih dapat terlihat dari apa dan bagaimana seseorang itu bertanya dengan pertanyaan yang cerdas dan bermutu.

 

Masalahnya, bagaimanakah tradisi bertanya siswa di sekolah kita? Adakah sekolah telah mampu merangsang siswa untuk bersemangat dan aktif bertanya, ataukah saat ini sekolah kian menunjukkan siswa yang malas atau takut bertanya?

 

Ada ungkapan yang menggelitik. Katanya, kenapa harus memperbanyak pertanyaan lagi, toh beragam pertanyaan sudah terlalu banyak dan berjubel, antara lain melalui tugas-tugas LKS yang diterima siswa setiap hari?

 

Tentu saja, pengandaian ini belum memasukkan faktor UN, sebagai bentuk soal yang dianggap teramat “menyeramkan” yang membuat siswa kian lengkap menjadi orang yang terbiasa untuk menjawab soal-soal saja. Terlebih lagi, soalnya cuma berbentuk pilihan ganda, bukan essay.

 

Siswa tidak diajarkan menjadi orang yang pintar bertanya, yang membuat otaknya terus berfikir dan berkembang lebih cerdas. Bukankah, dalam kehidupannya nanti setelah menjadi dewasa, kebiasaan untuk bertanya, kemudian berfikir untuk berusaha memperoleh jawaban sendiri akan lebih bermanfaat dalam menghadapi berbagai permasalahan yang akan dihadapinya kelak?

 

Kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah berawal dari kemampuannya dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh dirinya sendiri. Sayangnya, hingga saat ini, kemampuan bertanya siswa belum merupakan bagian penting dari sistem penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah kita.

 

Bagaimana dengan pendapat anda? Salam persahabatan. *** [By Srie]


Sumber : Guraru.org

 


Tanggapan

Artikel Lainnya

Hanya Akan Ada Satu Varian Buku Pelajaran

Hanya Akan Ada Satu Varian Buku Pelajaran

JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan melakukan penyusunan silabus terkait kurikulum baru. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim menjamin bahwa hanya akan ada satu varian buku ajar bagi siswa dalam kurikulum baru ini. Dari

READ MORE